Senin, 20 April 2015

Terlambat 3

Aku masih ingat, setiap kali ayahku mengabarkan bahwa tante Mia akan datang berkunjung, sejak kabar itu datang keluarga kami dpenuhi euphoria.
Tante Mia adalah sepupu ayahku. Dalam ingatan masa kecil kami, beliau adalah seorang superstar keluarga. Wanita cantik, anggun, selalu berpakaian bagus dan selalu wangi. Dalam mata kecil kami, dia adalah manifestasi dari kata keindahan yg hanya bisa kami nikmati tapi tak mungkin kami dapatkan. Kami seperti hamba sahaya ddekatnya, dperintahkan apa saja pasti kami turuti.
Kabarnya beliau bersuamikan seorang pelaut asing, mereka selalu mengunjungi tempat2 mewah di seluruh dunia, anggota dalam club yg berisikan orang2 dengan saldo tertentu seperti med club, dinners club, taulah kalian maksudku, yg members only itu..

Dan euphoria itu juga tidak gratis, karena kami para anak kecil pada umumnya, bersifat materialist yg sama. Tante Mia selalu membawakan kami hadiah, dbungkus sesuai dg nama kami seperti kami ini terhormat dan diingat. Bahkan lebaran Ied pun, ayahku tidak akan repot2 melakukannya. Dan tante Mia berbeda. Karena dia adalah keseimbangan antara kecantikan dan kebaikan hati.
Dia adalah ratu masa kanak2 kami. She owned our heart

Saat itu aku semester 5 dan aku sudah bekerja, kampusku mempunyai program kerja lapangan dg bank swasta. Beban kuliah sudah tak banyak. Program kerja ini berakhir
2bln lagi, setelah itu aku berencana mengunjungi sanak keluarga kami d sulawesi. Dan tak sabar ingin tau kabar tante Mia. Sudah 3th berlalu sejak beliau berkunjung ke rumah kami di jawa. Dan kami terlalu sibuk oleh hidup masing2.
Then, i can not wait..

2hr sejak kedatanganku di kota ini, setelah bertemu dg kakek nenek dan semua kerabat, kunjungan ke rumah tante Mia adalah agenda spesial. Rumah beliau agak jauh dr kota, sedikit naik diatas perbukitan dg pemandangan yg indah, rumah yg besar, dhuni oleh beliau sendiri beserta keluarga kecil yg masih kerabat jauh, yg juga bekerja drumah itu. Mereka menempati rumah belakang spt guest house yg sudah dbaguskan luar dan dalam sehingga meski kecil nampak sama bagus dg rumah induk. Tante Mia adalah seorang yg dermawan.

Beliau menyambut ku dg hangat, wajah tuanya yg cantik serta tingkah lakunya yg mirip bangsawan masih sama seperti saat aku masih gadis kecil dahulu. Dia masih tetap idolaku.
Sajian dan cara beliau melayani tamu, tidak seperti pribumi yg lain. Beliau melayani dg sepenuh hati, menuangkan minum sendiri meski ada pembantu yg siap melayani.
Saat makan dan minum telah lewat, aku berniat menginap drumah beliau yg besar dan indah itu. Hanya sayang, rumah ini nampak tak bernyawa, sepi. Sama seperti pemiliknya, yang selalu penuh senyum tapi dbaliknya tersimpan banyak rahasia hidup.

Kami mempunyai kebiasaan yg sama, sejak aku kuliah, aku sudah suka kopi. Begitupula tante Mia, sore itu kami berdua mengopi d teras belakang. Beliau bercerita bhw sudah banyak keponakan dan saudara untuk diajak tinggal agar rumah tak sepi, tp karena rumah yg jauh dr kota menyulitkan bagi sepupu2ku yg lain yg masih bersekolah atau bekerja. Kebanyakan mrk datang menginap saat akhir pekan saja. Hari2 biasa tak ada yg berkunjung.

Setelah sholat isya, aku berjalan mengitari rumah, aku mencari tante Mia. Beliau ada diruangan seperti perpustakaan kecil, yg penuh buku dan album foto. Aku serta merta menghampiri beliau. Kami tertawa berdua mengenang masalalu, bercerita ttg banyak hal yg terjadi, sambil aku asyik melihat banyaknya foto yg beliau dokumentasikan. Dari setiap perjalanan dg suaminya, yg kabarnya sudah meninggal, kunjungan ke rumah keluarga lain pulau, kerumah kami dan foto2 keluargaku ada banyak dsitu.

Beliau menuturkan bahwa ia memfavoritkan aku dr sekian banyak keponakannya, ketertarikanku akan hidup beliau, akan dunia luar, akan pujianku atas bajunya yg indah2, membuat beliau selalu ingat. Dan keingintauanku atas tempat2 yg beliau kunjungi, melebihi keingintahuan saudaraku yg lain. (Yg kemudian berkumpul dalam mimpi, terpanjat dalam doa, terbersit dalam lamunan, dsimpan oleh alam dan suatu hari kudapati diriku berada d tempat2 yang beliau kunjungi.. Mestakung)

Malam itu, malam terbukanya misteri hidup tante Mia terungkap.

Beliau nampak lelah, duduk tertekuk melihatku masih terpukau dg banyaknya tempat2 indah yg telah dkunjungi, terbelah rasa ingin dan iri kenapa beliau begitu beruntung. Tapi ceritanya yg kudengar hanya kudengar tanpa kucerna, baru bisa kupahami bertahun2 setelah beliau tak ada.

6th berselang setelah malam itu.

Kehidupanku berlanjut. Sibuk bekerja, menikah dan tiba2 aku sudah beranak 2.
Saat kudengar kabar tante Mia berpulang aku bahkan tak bisa pergi ke Sulawesi. Suamiku masih belum pulang dr rotasi dinasnya.
Kami baru datang sebulan setelah itu.

Dan dsinilah aku, terduduk d teras belakang rumahnya. Membayangkan apa yg diucapkan beliau malam itu. Lamat2 aku seperti mendengar lagi apa yg dkatakannya, seperti baru terjadi kemarin.. "Kalau saja aku bisa memutar waktu in, tak akan kuhabiskan waktu dg bersenang-senang. Tante rela menukar segala hal tentang berlibur, bepergian dan petualangan dengan kehidupan normal seperti yg dmiliki ibumu. Menikah, hidup sederhana, sibuk dg anak. Daripada segala hal yg kulakukan dulu, yg membuat tante sendiri, tak punya keluarga, tak beranak. Bertemu lelaki baik dan melewatkannya, hanya demi kesenangan yg sementara. Hingga waktu telah habis untuk mencari dan terlalu lelah utk memutuskan. Aku minta kamu jangan terlena dg kesenangan. Lepas kuliah nanti, bekerjalah tapi jangan lewatkan laki2 yg baik, jika bertemu, menikah dan menetaplah.."

Nasehat itu bahkan lebih terdengar jelas dan lebih mudah kupahami sekarang ini. Aku bahkan tak memperdulikannya dulu.


Sore, di teras itu. Senja sudah beranjak petang, aku masih terlamun suasana. Aku akan beranjak, saat kurasakan seperti tangan tante Mia seperti biasa, meremas pundakku jika ingin aku mengingat sesuatu, sejenak bulu tubuhku menegak, serasa kudengar almarhumah berbisik: andai aku bisa memutar waktu, in...


Lindlesmo 19 April 2015

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda